Selasa, 10 Januari 2023

Jodoh Sambung #part 2

 Tiara, .... menggamit kenangan zaman persekolahan

Tiara, .... kumemimpi kita bersanding atas kayangan

Sea...kan bisa kusentuh peristiwa semalam

 Di malam pesta, engkau bisikkan kata azimat di telinga 

Kita, ... terpaksa berpisah untuk mencari arah

Kita, ... dipukul ombak hidup yang nyata

Engkau, ... jauh meniti puncak menara gading

Yang menjanjikan hidup sempurna

Tapi aku hanya menunduk ke bumi, hidup tertekan

Jika,   kau bertemu aku begini

Berlumpur tubuh dan keringat membasah bumi

Di penjara, terkurung terhukum

Hanya berteman sepi

Bisakah, kau menghargai

Cintaku yang suci, ini....

Oh, Tiara.... pedihnya, dapatkah kau mearsakan?

Oh, tiara.... pedihnya, dapatkah kau merasakannya.


Pak Amin yang sedang larut mendengar lagu tiara tidak melihat aku datang, bahkan tidak mendengar salam yang aku ucapkan dengan keras.

"Wah, ...wah! rupanya lagi asyik nih!", sapaku sambil mendekat dan ambil posisi duduk di kursi depan beliau.

Dengan sikap gugup dan kaget, pak amin mematikan lagu yang sedang dinikmatinya dari hp. "Eh, kamu. Ada apa?" sapanya.

"Kalau lagi asyik, sampai nggak dengar ada orang mengucap salam. Assalamualaikum!", kataku mengulangi salam yang tadi belum terjawab.

"Waalikumussalam, warahmatullahi wabarokatuh!", jawab Pak Amin. "Tumben ke sini, ada apa?", tanya Pak Amin sedikit curiga.

"Kok tanyanya gitu, seperti curiga?", jawabku. " Gini, aku mau ketemu sama Dian, katanya pulang?", tanyaku.

Dian itu anak Pak Amin yang kuliah bareng sama anakku. Cuma beda jurusan; kalau Dian mengambil jurusan ekonomi, anakku Zaza, mengambil jurusan psikologi. Nah, karena mendengar Dian pulang, aku mau tanya-tanya kabar anakku dan mau nitip sesuatu.

"Lagi ke luar sama temannya," jawab Pak Amin.

"Temannya cowok apa cewek?"

"Teman cewek, lah. Mana Dian punya teman cowok?" timpal Pak Amin.

"Kali aja, kan Dian sudah besar; sudah dewasa, sudah semester tiga lagi. Sudah boleh dong jika dian punya teman cowok?" ledek aku memancing komentar Pak Amin sperti apa. "Oh, ya. Bagaimana kabarnya Mbak Imut? Mutiara maksudnya!" tanyaku keppo.

"Loh, ...loh...kok ke situ pertanyaannya? tadi tanya Dian, kok ... larinya ke Mutiara?" sergah Pak Amin dengan nada kurang suka kalau pembicaraan dialihkan ke Mbah Mutiara.

Tiba-tiba ada suara motor datang, dan ucapan salam menyeruak ke ruang tamu. Otomatis pembicaraan antara aku dan Pak Amin tentang Mutiara terhenti karena Dian telah pulang.

Bersambung ke part 3

Sabtu, 07 Januari 2023

Jodoh Sambung #part 1

 Tiara senyum-senyum sendiri. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Tapi yang jelas setelah aku kabari kalau Pak Amin naksir dan titip salam untuknya, tampak sedikit berbeda tingkahnya. Suka senyum sendiri dan terlihat sering diam melamun.Dugaanku, ada rasa lain yang tak biasa, yang menggannggu benak pikirannya. Mudah-mudahan dugaanku salah. Sebab Tiara pernah mengungkapkan padaku kalau ia tidak yakin; apakah ada jodoh sambung. 

"Ah, kaya di sinetron aja, nggak,...nggak,...!", sanggah Tiara ketika aku ajak ngomong perihal niat baik Pak Amin.

Oh, ya; Pak Amin itu Bos besar di kampungku. Beliau ini duda paruh baya yang ditinggal mati istrinya karena sakit covid-19. Kami cukup akrab karena masih ada garis sambung keluarga besar. Ketika ada acara kumpul-kumpul keluarga besar kami, beliau sering menjadi bulan-bulanan saudara yang lain karena belum cari pasangan lagi. Ketika yang lain mencoba memberi motivasi agar segera mencari pasangan lagi, ujung-ujungnya pasti meminta tolong untuk mencarikan.

Karena sikap beliau yang minta dicarikan pasangan lagi, aku pun berani untuk mencoba memberi tahu perihal temanku kerja yang juga janda ditinggal mati suaminya. Siapa tahu berjodoh.

                                                                ***

Pukul 06.30 aku sampai di tempat kerja. Pagi itu perjalanan cukup lancar, jadi agak gasik sampai di kantor. Tiara sudah ada di kantor ketika aku masuk. Ia memang selalu hadir gasik. Mungkin memang sudah melekat sifat rajin dan disiplin pada dirinya sehingga selalu paling nomor satu hadir di kantor. 

"Hai, Tiara!" sapaku memulai pembicaraan. "Gemana, apakah sudah ada perkembangan? tanyaku lepas seolah tak terkontrol. Aku berani tanya seperti itu karena melihat situasi ruang kantor tidak ada siapa-siapa kecuali kami berdua. Jadi, tidak bermasalah menurutku. 

"Perkembangan apanya?", Tiara balik bertanya.

"Jodoh sambung,.... apakah Pak Amin sudah menghubungi?", sambungku.

"Apakah mungkin, ada jodoh sambung?" bukannya menjawab pertanyaanku malah Tiara balik bertanya kepadaku.

" Loh, mengapa nggak mungkin? kalau Allah menakdirkan, semua bisa jadi", begitu kataku ketika mencoba berdebat tentang jodoh sambung.

"Nggak,...nggak! Saya nggak percaya ada jodoh sambung", kata Tiara dengan nada sedikit meninggi disertai tawa manja. 

Tidak marah sih, dari nada bicaranya aku yakin betul tidak ada rasa marah terhadapku terkait dengan pertanyaa-pertanyaanku. Makanya aku berani untuk mencoba mengintrogasi Tiara dan seolah sedikit sok keppo. Namun sayangnya teman-teman yang lain sudah banyak yang datang, sehingga pembicaraan yang mirip-mirip intrograsi itu harus berakhir. 

Sejak itu saya belum mencoba lagi membuka pembicaraan tentang masalah Pak Amin, takut-takut kena efek buruk dalam berteman. Namun saya menduga jika komunikasi antara Pak Amin dan Tiara bisa saja berlanjut tanpa sepengetahuanku. Bisa jadi sih, kan sekarang sudah ada alat komunikasi privat melalui hp. Jika itu terjadi, bagiku ikut bahagia sih. Artinya sahabatku bisa bahagia, hidupnya bisa berwarna lagi karena memperoleh jodoh sambung.

                                                            ****                                                        bersambung #part 2