Rabu, 28 Juni 2017

Khutbah Pasca Romadhon



Khutbah Jum’at Pertama Setelah Idul Fitri
(Masjid Nurul Qur’an Puri Asri Comal)
Oleh: Mukhlis

الحمد لله الذي جعل اليوم عيدا لعباده المؤمنين. وختم به شهر الصيام للمخلصين.وجعل في طاعته عز الدنيا والاخرة للطائعين. اشهد ان لااله الا الله وحده لاشريك له شهادة بها تطهر القلوب من الغش اللعين. واشهد ان محمدا عبده ورسوله اطوع الخلق لرب العالمين. اللهم فصل وسلم وبارك على سيد نا محمد وعلى اله واصحابه الجاهدين. اما بعد:              
 فيا أيها المسلمون رحمكم الله
أوصيكم ونفسي بتقوى الله فقد فاز المتّقون. قال الله تعالى في القرأن الكريم وهو أصدق القائلين: قال عيسى ابن مريم اللهم ربنا أنزل علينا مائدة من السماء تكون لنا عيدا لأوّلنا وأخرنا وأية منك, وارزقنا وأنت خير الرازقين
Marilah kita selalu bersyukur kepada Allah SWT atas karunia nikmat yang telah kita terima. Begitu banyak nikmat Allah kepada kita salah satu diantaranya adalah nikmat dijadikannya bulan Romadhon yang penuh barokah; bulan Romadhon yang telah membakar dosa-dosa kita sehinggaa kita mendapat ampunan dari Allah SWT, dan akhirnya kita kembali menjadi fitri. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi yang agung, Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya ,para shabatnya, dan kepada seluruh pengikutnya, amin. Tidak lupa marilah kita selalu meningkatkan takwa kepada Allah sebagaimana perintahNya, ittakullah. Ittakullaha haqqo tqotih, wala tamutunna illa waantum muslimun. Bertakwalah kepada Allah dengan takwa yang benar, dan janganlah kamu sekalian mati kecuali dalam memeluk agama Islam.
Hadirin, jamaah Jum’at Rahmakumullah!
Kini Romadhon telah meninggalkan kita, ketika kita ditempa, dilatih, dididik, selama satu bulan dengan amalan-amalan Romadhon; kita melaksanakan puasa, kita dilatih untuk bersabar, dilatih untuk qiyamullail dengan melaksnakan sholat tarawih, dididik menjadi orang yang gemar bersodaqoh, peduli terhadap sesama, tentu semua latihan dan tempaan tersebut membekas dihati dan pikiran kita. Pada akhirnya kita menjadi pemenang, lulus dengan predikat idul fitri yang maksudnya kembali kepada fitrah kita sebagai manusi yang suka kepada kebaikan. Idul fitri juga diartikan sebagai kembali suci laksana seorang bayi yang baru lahir, tidak ada dosa, tidak ada kotoran karena masih suci dari rahim sang Ibu. Tentunya hal ini karena kita semua menjalani ibadah puasa di bulan Romadhon dengan penuh keikhlasan sebagaimana yang disabdakan Rosulullah SAW; “Man sooma romadhona iimanan wahtisaaban, ghufira lahu maa taqoddama min dhan bihi”. Barang siapa yang berpuasa dengan penuh keimanan dan sematamata ikhlas mengharap ridho Allah, maka baginya ampunan Allah terhadap dosa-dosa yang telah lalu. Mudahmudahan Allah menerima semua amalan puasa kita sehingga kita benar-benar suci dari dosa. Amin.
Jika idul fitri kita maknai sebagai kembali kepada fitrah kesucian, maka di dalamnya terdapat tiga unsur yang saling berkatan, yakni: benar, baik dan indah. Dengan berpedoman kepada ketiga ini, maka seseorang yang ber-idul fitri senantiasa akan berbuat sesuatu yang indah, benar dan baik. Bahkan dengan kesucian jiwanya, ia akan berusaha memandang segalanya secara positive thinking. Dalam hubungannya dengan sesama manusia, ia secara maksimal akan mencari sisi-sisi yang baik, benar dan indah. Ia menyadari bahwa dengan mencari yang indah, akan melahirkan estetika, mencari yang baik akan melahirkan etika, dan mencari yang benar akan melahirkan logika. Dengan pandangan demikian, maka seseorang itu tidak mempunyai waktu lagi untuk mencari keburukan dan kesalahan orang lain. Kalaupun ia menemukannya, ia akan memberi ma’af atau bahkan berbuat baik kepada orang yang melakukan kesalahan itu. Sikap seperti itulah yang dituntut dari seorang Muslim yang bertakwa. Allah berfirman dalam surat Ali Imran:
وسارعوا الى مغفرة من ربكم وجنة عرضها السموات والارض اعد ت للمتقين. الذين ينفقون فى السراء والضراء والكاظمين الغيظ والعافين عن الناس والله يحب المحسنين.
“Dan bersegaralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu, dan kepada sorga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. Yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya serta mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
 Mengutip dua poin terakhir dari kandungan ayat ini, yaitu mema’afkan kesalahan orang lain dan berbuat baik terhadap makhluk lain, terdapat suatu kisah menarik, yaitu bahwa konon ada salah seorang sahabat Rasul yang pernah bersumpah untuk tidak berbuat baik terhadap seseorang, yang telah melakukan kesalahan terhadap anggota keluarganya. Dengan sikap tersebut, Ia ditegur oleh Rasulullah dengan turunnya ayat:
ولا يأتل اولى الفضل منكم والسعة ان يؤتوا اولى القربى والمساكين والمهاجرين فى سبيل الله وليعفوا وليصفحوا الاتحبون ان يغفر الله لكم والله غفور رحيم.
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu, bersumpah bahwa mereka tidak akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” QS. Al-Nur(24): 22.
             Konsep mema’afkan merupakan ajaran Islam yang utama, karena itu perintah untuk mema’afkan, berulang kali disebut dalam al-Qur’an. Kata ma’af dalam al-Qur’an diistilahkan dengan kata al-‘afwu, yang berarti “menghapus”, karena prilaku mema’afkan itu sebenarnya adalah menghapus bekas-bekas luka yang terdapat di dalam hati. Dengan demikian, tidak dapat dikatakan mema’afkan jika masih ada sesuatu yang tersisa sebagai bekas luka itu di hati. Itu sebabnya, sebagian ulama fiqh menuntut agar seseorang yang memohon ma’af dari orang lain, terlebih dahulu menyesali perbuatannya, bertekad untuk tidak akan melakukannya lagi, serta meminta ma’af sambil mengembalikan hak yang pernah diambilnya. Selanjutnya, refleksi dari al-‘afwu itu harus dimanifestasikan dalam bentuk al-shafhu. Kata ini pada mulanya berarti “kelapangan.” Darinya dibentuk kata shafhat yang berarti “lembaran atau halaman” serta mushafahat yang berarti “berjabat tangan.” Seseorang yang melakukan al-safhu, dituntut untuk melapangkan dadanya, sehingga mampu menampung segala ketersinggungan, dengan menutup lembaran lama dan membuka lembaran baru. Al-Safhu yang digambarkan dalam bentuk berjabat tangan itu, menurut al-Raghib al-Asfahaniy, dipandang lebih tinggi nilainya dari pada sekadar mema’afkan.
Hadirin jamaah Jum’at Rahima Kumullah!
Sebagai kata akhir dari uraian ini, maka dapat diambil suatu konklusi bahwa sejatinya, seluruh rangkaian ibadah di bulan Ramadhan, baik shalat, puasa, zakat dan shalat Id itu sendiri, dimaksudkan untuk mengembalikan fitrah kemanusiaan kita. Orang yang berhasil menjadikan Ramadhan sebagai momen untuk mengembalikan fitrah ini, yaitu setelah sebelas bulan yang lalu mengalami rona maksiat dan debu dosa, maka ia layak beridul fitri, merayakan kemenangan karena berhasil mengembalikan fitrahnya dalam kesucian. Inilah makna sabda Rasul yang menyebutkan bahwa Siapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan berharap pahala dari Allah, maka diampuni segala dosanya yang telah lalu. Man Shama Ramadhana Imanana Wah Tisaban, Ghufiro Lahu Ma Taqaddama Min Dzabihi. Ketika dosa masa lalu telah diampuni, maka ia kembali suci, sebagaimana ketika dilahirkan. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang layak merayakan idul fitri dalam makna yang sebenarnya, bukan idul fitri yang bersifat seremonial belaka. Laisal Idu Liman Labisal Jadid, Wa Lakinnal Idu Liman Tho’atuhu Tazid. Bukanlah Beridul Fitri itu bagi orang yang memakai baju baru, tetapi idul fitri itu bagi orang yang ketaatannya bertambah.
بارك الله لي ولكم ولسائر المسلمين والمسلمات فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم.


Khutbah II
الحمدلله الذى ارسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على دين كله ولو كره الكافرون
اشهد ان لااله الاالله وحده لاشريك له واشهد ان محمدا عبده ورسوله
اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى اله واصحابه اجمعين. امابعد !
فياايهاالناس اتقوالله, إن الله امركم بأمر بداء بنفسه وثنى بملائكته وأيه بالمؤمنين من عباده, فقال تعالى فى كتابه العظيم, إن الله وملائكته يصلون على النبى ياايهاالذين أمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما, اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى اله واصحابه وعلى اربعة الخلفاءالراشدين سيدنا ابى بكر وعمر وعثمان وعلي والتابعين وتابع التابعين ومن تبعهم بإحسان الى يوم الدين برحمتك ياارحم الراحمين
.اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم والأموات إنك سميع قريب مجيب الدعوات ياقضي الحاجات,     اللهم الف بين قلوبنا واصلح دات بيننا واهدناالسبل السلام ونجنا من الظلمات الى النوروجنبنا فواخش ماظهر وما بطن وبارك لنا فى اسما ئنا وابصارنا وقلوبنا وازواجنا وذرياتنا وتلاميذنا وتب علينا انك انت التواب الرحيم. اَللَّهُمَّ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وصِيَامَنَا وَقِيَامَنَا وَتَخَشُّعَنَا وَتَضَرُّعَنَا وَتَعَبُّدَنَا، وجَعَلَنَا اللهُ وَإيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ وَأدْخَلَنَا وَإيَّاكُمْ فِيْ عِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ  
ربنا اتنا فى الدنيا حسنة وفى الأخرة حسنة وقنا عذابالنار.
عبادالله, إن الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذى القربى وينهى عن الفحساء والمنكر والبغي يعظكم لعلكم تذكرون, فاذكروالله العظيم يذكركم واشكروه على نعمه يزدكم ولذكرالله أكبر
  

Jumat, 09 Juni 2017

STATUS dan STATUTA

Kata status berasal dari kata Latin status yang bermakna ‘keadaan, kedudukan, kondisi’ dan merupakan bentuk turunan dari kata stare yang bermakna ‘menempatkan, berada pada. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata status bermakna keadaan atau kedudukan (orang, badan, dsb.) dalam hubungannya dengan masyarakat di sekelilingnya; keadaan atau kedudukan orang atau sesuatu di mata hukum.  
Kata statuta berasal dari bahasa Latin statutum yang bermakna ‘aturan atau hukum’. Kata statutum yang merupakan bentuk turunan dari statuere yang berarti ‘menata, mendirikan, mengatur’ juga berasal dari kata stare pada status. Menurut KBBI, kata statuta bermakna anggaran dasar suatu organisasi. Anggaran dasar dalam organisasi juga dimaknai sebagai peraturan. Istilah peraturan untuk negara adalah undang-undang dasar, sedangkan untuk perkumpulan adalah statuta. (sumber: Pojok Bahasa, Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa)

Minggu, 04 Juni 2017

Belajar Ramadhan

Bulan penuh rahamat Allah telah datang menghampiriku. Ramadhan, adalah bulan yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya untuk disambut dengan gembira. Betapa tidak, dalam bulan ini Allah akan melipatgandakan pahala bagi orangorang yang berpuasa dengan sepuluh kebaikan, dan bahkan terhadap pahala puasa itu sendiri Allah akan memberi pahala secara langsung yang banyak terserah Allah. Nah, ingat bahwa Allah itu maha kaya dan pemurah, sehingga jika Allah memberi sendiri berarti Allah sangat menghargai orang yang mau berpuasa Ramadhan.
Dari kegiatan puasa di bulan Ramadhan, saya belajar banyak hal. Ada seteguk air yang begitu nikmat saat berbuka. Kenikmatan itu sudah lama terlupakan, bahkan seringkali ada air minum yang disia-siakan, dibuang percuma. Namun saat puasa, rasanya seteguk air begitu sangat berharga.
Belajar dari Ramadhan ini membawa saya untuk berpikir betapa kekuasaan Allah sangat besar, sekaligus diri saya dan orang-orang juga sangat kecil.   Pantaslah ucapan yang diajarkan oleh Rasulullah "La haula wala kuata illa billahil aliyyil adhim"  sudah tahu artinya?