Senin, 24 Desember 2012

Pergeseran Paradigma Pembelajaran Abad 21

Oleh: Mukhlis

Tema pengembangan kurikulum 2013 adalah dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap (tahu mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang terintegrasi. Diakui dalam perkembangan kehidupan dan ilmu pengetahuan abad 21, kini memang telah terjadi pergeseran baik ciri maupun model pembelajaran. Inilah yang diantisipasi pada kurikulum 2013. Skema 1 menunjukkan pergeseran paradigma belajar abad 21yang berdasarkan ciri abad 21 dan model pembelajaran yang harus dilakukan.
 






















Sedang gambar 1 adalah posisi kurikulum 2013 yang terintegrasi sebagaimana tema pada pengembangan kurikulum 2013. Sudah barang tentu untuk mencapai tema itu, dibutuhkan proses pembelajaran yang mendukung kreativitas. Itu sebabnya perlu merumuskan kurikulum yang mengedepankan pengalaman personal melalui proses mengamati, menanya, menalar, dan mencoba (observation based learning) untuk meningkatkan kreativitas peserta didik. Di samping itu, dibiasakan bagi peserta didik untuk bekerja dalam jejaringan melalui collaborative learning. Pertanyaannya, pada pengembangan kurikulum 2013 ini, apa saja elemen kurikulum yang berubah? Empat standar dalam kurikulum meliputi standar kompetensi lulusan, proses, isi, dan standar penilaian akan berubah sebagaimana ditunjukkan dalam skema elemen perubahan.
 




Perubahan yang Diharapkan
Pengembangan kurikulum­­ 2013, selain untuk memberi jawaban terhadap beberapa permasalahan yang melekat pa­da kurikulum 2006, bertujuan ju­ga untuk mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan meng­omunikasikan (mempresentasikan), apa yang di­ per­oleh atau diketahui setelah siswa menerima materi pembelaj­aran.
 


Melalui pendekatan itu di­harapkan siswa kita memiliki kom­petensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang jauh lebih ba­ik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif. Sedikitnya ada lima entitas, masing-masing peserta didik, pendidik dan tenaga kepe­ndidikan, manajemen satuan pendidikan, Negara dan bangsa, serta masyarakat umum, yang diharapkan mengalami perubahan. Skema 2 menggam­barkan perubahan yang diharapkan pada masing-masing en­titas.


Sumber: Puskurbuk diunduh 15 Desember 2012



Jumat, 30 November 2012

Renungan untuk Kawan

Oleh: Mukhlis
Kehidupan memang misteri. Kalau ada orang mengatakan bahwa kehidupan merupakan ujian bagi yang menjalaninya, maka kita harus melaksanakannya. kalau tidak kita tidak pernaha akan lulus. Orang yang lulus pasti merasa bahagia. maka jangan pernah menghindar dari ujian.

Ketika banyak orang berharap akan keberhasilan, malah yang datang seolah kegagalan. Pada saat sebagian rekan-rekan telah mempersiapkan baju seragam korpri baru (walaupun sesungguhnya bukan termasuk anggota korpri) karena untuk menyesuaikan dan supaya dipandang oleh penguasa sebagai orang yang loyal, ternyata satu hari tepat sebelum hari ulang tahun KORPRI, ada informasi kalau masa kerja sebagai pengabdian (TTTTT = Tenaga Tidak Tetap Tetapi harus Tepat waktu) harus habis, berakhir sampai tanggal 31 Desember 2012. Selanjutnya ? Nah itulah ujian.

Nah, berkaitan dengan ujian hidup ini, ada nasihat dari Asian Brain untuk kita renungkan manakala kenyataan tak sesuai dengan harapan. Berikut nasihatnya:
1. Bersikap tenang.
Atur nafas kita, hirup udara panjang, sehingga cukup oksigen untuk otak kita. Dengan sikap tenang tersebut ada kemungkinan muncul ide-ide baru untuk langkah ke depan. Sebaliknya apabila kita tidak menerima kondisi buruk yang terjadi, dan sikap kita berontak, justru hal-hal negatiflah yang kita temukan dalam diri kita. Siapa yang rugi? Justru malah akan memperburuk keadaan.
2. Terima keadaan yang tidak mengenakkan sebagai tantangan.
Biasanaya jika kita tertantang, malah muncul energi baru untuk menundukkannya. Lihatlah tingginya gunung, atau luasnya samudera. Tundukkanlah tantangan tersebut dan pastikan kita jadi pemenangnya. Demikian juga dalam menghadapi kerasnya kehidupan, cobalah untuk mengalahkannya. Jadilah pemenang untuk dirinya sendiri.
3. Buatlah peluang-peluang bartu.
Peluang ada pada setiap kesulitan. Begitu orang orang bijak mengatakan. Dengan berpikir tenang, cobalah cari peluang-peluang walaupun bersifat sebagai "pemadam kebakaran." Sambil menanti memperoleh ikan besar, tidaka ada salahnya ikan kecil pun bisa dimanfaatkan. Ini bisa sedikit memberi kesibukan yang akhirnya mengasah kemampuan kita.

Nah, demikian renungan yang bisa kita coba praktikan. Yakinlah kesuksesan pasti datang menghampiri kita.

Minggu, 09 September 2012

Morotai

Morotai, sebuah Essay kritik dari Jendelasastra

Dulu, ia adalah pintu berarti untuk negeri ini. Orang-orang Jepang dan Amerika berlalu lalang di sini. di Morotai. Ya, Morotai sebuah nama yang menjadi rebutan antara Jepang dan Amerika. Begitu berarti saat itu. Antara kata menang dan kalah, Morotai seolah menjadi kunci pembuka teka-teki.

Kini, setelah teka-teki itu terajawab dengan sempurna, Morotai ditinggalkan. Apakah dilupakan? Tidak! Sebab tahun 1956, Presiden Sukarno dan Wakilnya Moh. Hatta berkunjung dan mengajak untuk membesarkan negeri ini. Setelah Jakarta tumbuh besar, berikutnya Morotai. Begitu kata-kata yang terucap dari pendiri negeri ini. Dan Morotai setia menunggu janji indah itu terpenuhi.

Aku tidak tahu apakah Jakarta saat ini sudah besar atau belum. Aku kurang mengerti apakah janji itu masih tetap berbunyi sebagai nyanyian indah penghibur hati ataukah sudah hilang terbuang melayang terbawa angin reformasi. Yang pasti Morotai tetap pintu yang berarti bagi negeri ini.

Janji itu sempat aku ceritakan kepada Nakamura, tentara Jepang yang tidak mengenal kata menyerah. Nakamura penghuni Morotai sendiri tidak peduli karena bukan pemilik negeri. Baginya yang penting ia telah hidup menyatu di bumi Morotai untuk melawan mati. Tentara sekutu tidak tahu kalau dirinya bersembunyi; di Morotai. Nakamura kini telah pergi, pulang ke Jepang dan lima tahun kemudian ia mati. Morotai masih sama, setia menunggu janji pendiri negeri ini untuk ditepati."Jakarta dulu, baru sini."

Kawan, sesama pemilik negeri ini, tolong kabarkan kepada kami yang di sini. Apakah Jakarta sudah menjadi besar? Tolong ceritakan kepada kami keadaan pembangunan di Jakarta. Mengapa giliran tempat kami begitu lama digarap, apakah pendiri negeri ini tidak sempat menyampaikan pesan untuk kami?

Morotai, pintu terdepan masuk negeri ini. Mc. Arthur mati-matian merebut Morotai, mengapa pemimpin negeri ini tidak melirik kami?

Minggu, 19 Agustus 2012

FITRI MODAL MERAIH SUKSES


Dengan bergantinya hari yang ditandai dengan tenggelamnya matahari terakhir di bulan Ramadhan, muncullah bulan Syawal. Kala itu takbir menggema di seluruh penjuru untuk mengagungkan Allah, sekaligus wujud sebuah pengakuan dari hambanya yang telah lulus dalam diklat Ramadhan. Predikat takwa telah diraih oleh mereka yang lulus dalam diklat. Predikat Muttaqin (orang yang takwa) tertulis dalam dada sebagai symbol kemenangan dari perjuangan selama diklat satu bulan. Materi utama dalam mengikuti pendidikan dan latihan tersebut adalah melawan hawa nafsu diri sendiri.  Itulah perjuangan terbesar manusia. Dan kita telah melaksanakannya.

Predikat takwa tampak tercermin dari pengakuan yang tulus bahwa Allah saja yang maha besar; yang lainnya adalah kecil. Memang begitulah sesungguhnya fakta yang ada. Namun seringkali kita lupa sehingga kadangkala kita merasa besar, merasa superior dan menganggap yang lainnya inferior, suka merasa lebih dari yang lain sehingga muncul tindakan-tindakan yang membanggakan diri sendiri dan tidak mau kalah, tidak mau diungguli oleh teman kita. Manakala ada teman kita yang berprestasi serta merta menjadi sinis seolah tidak rela. Maunya prestasi itu untuk dirinya, bukan untuk orang lain.

Alahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar. Lailaha illa Allah, Allahu Akbar. Allahu Akbar walillahilhamdu. Dengan kalimat takbir yang kita ucapkan dalam menyambut HariRaya Idul Fitri ini mudah-mudahan sifat dan sikap sombong diri kita pupus oleh Diklat Ramadhan (puasa selama satu bulan penuh di bulan Ramadhan) pada tahun ini. Dengan sikap yang mau merendah ini mudah-mudahan menjadi bekal untuk kita meraih kesuksesan di masa depan. Karena tidak ada kesuksesan yang dilandasi sikap sombong.

Kesuksesan dalam melaksanakan puasa di bulan Ramadhan, membawa seseorang kembali dalam fitrahnya sebagai manusia. Fitrah manusia yang lahir di dunia ini adalah putih bersih tanpa noda. Kondisi fitrah inilah yang jiwa-jiwa manusia tunduk dan patuh berserah diri kepada Allah. Sikap berserah diri itulah yang disebut dengan istilah lain islam. Orang yang berserah diri jelas-jelas jauh dari sikap sombong dan mengagungkan diri sendiri. Kondisi fitrah manusia setelah dewasa bisa terwujud kembali setelah kita melaksanakan ibadah puasa Ramadhan. Makanya orang menyebutnya hari kemenangan ini sebagai hari raya Idul Fitri.

Dengan Idul Fitri tahun ini, marilah kita isi kembali lembaran putih ini dengan goresan prestasi yang membanggakan sehingga menjadi kesuksesan bagi diri kita masing-masing. Jadikan kondisi fitri ini menjadfi modal awal meraih kesuksesan dimasa yang akan datang, jangan sampai lembaran yang bersih ini kita kotori dengan perbuatan dan tindakan yang kontra produktif.

Senin, 13 Agustus 2012

Sejarah Berulang?

Sarasehan terbatas yang dilakukan oleh beberapa orang termasuk penulis, mengambil tema HUT Kemerdekaan RI yang ke-67. Walaupun tidak resmi menggunakan susunan acara maupun tertib acara layaknya acara resmi yang diadakan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Kabupaten, namun acara ini berlangsung penuh makna. Setidaknya begitu yang saya tangkap. Mengapa? Karena selain murni merupakan pemikiran dari warga tingkat bawah, juga tidak terkait dengan kepentingan-kepentingan politik dari masing-masing peserta. Sebab peserta sarasehan adalah rakyat biasa, bukan anggota partai politik, bukan pejabat. Semua peserta hanyalah anggota jamaah sholat isya dan tarawih yang pulang belakangan setelah usai mengikuti kegiatan tarawih berjamaah di Masjid kampung. Sarasehan menjadi semangat dengan hadirnya jajan dan minuman yang memang banyak orang ingin berbagi (sodaqoh) untuk memanfaatkan bulan Ramadhan dengan hal-hal yang baik.

Hasil dari sarasehan diantaranya adalah bahwa peristiwa 17 Agustus 1945 terulang kali ini. Saya yang baru saja minum teh panas cukup kaget mendengar ungkapan teman saya itu. "Loh, terulang bagaimana?" tanya saya sambil menaruh gelas buru-buru. Ternyata yang dimaksud terulang adalah bahwa 17 Agustus tahun ini, (2012) persis sama dengan 17 Agustus pada saat Indonesia memproklamasikan kemerdekaan tempo dulu. Persamaannya adalah bahwa harinya persis hari Jum'at, 17 Agustus, dan pada saat itu orang-orang (baca: bangsa Indonesia) juga sedang melaksanakan ibadah puasa, karena dalam bulan suci Ramadhan.

Selain menyoroti hari 'H' peringatan HUT RI ke-67, dalam sarasehan terbatas tersebut juga terungkap bahwa suasana politik saat itu ada kemiripan dengan situasi pada saat ini. Kemiripan ini tampak pada pertikaian, beda pendapat, atau salah paham dalam komunikasi antar pejuang saat itu. Para pejuang muda menghendaki kalau proklamasi harus segera dikumandangkan; masalah merdeka adalah masalah bangsa Indonesia sendiri yang tidak usah tergantung dengan Jepang atau bangsa lain; Situasi vacuum of power merupakan saat yang tepat untuk bangsa Indonesia mengambil sikap segera, jangan sampai moment tepat ini hilang percuma. Begitu pendapat para muda. Namun maksud baik belum tentu bisa diterima oleh orang lain. terbukti pendapat para pemuda semacam itu tidak serta merta disetujui oleh para pejuang dari golongan tua. Golongan tua merasa perlu untuk berembuk dengan lembaga resmi yang sudah dibentuk (PPKI). Para pejuang dari kalangan tua menganggap PPKI lebih berhak untuk melaksanakan proklamasi karena itulah satu-satunya lembaga yang resmi dipersiapkan untuk menangani persiapan kemerdekaan Indonesia.

Saling mengklaim 'paling benar' terkait pendapat masing-masing inilah yang akhirnya mengganggu hubungan antar aktifis pejuang kemerdekaan. Dan kondisi semacam itu saat ini juga terjadi di negara kita ini. Esensi peristiwa pertikaian yang terjadi, mirip-mirip dengan pertikaian, beda pendapat, dan salah paham  antara KPK dan institusi Polri dalam menangani kasus korupsi. Saya yakin niatan dan tujuan dari keduanya semua baik, ingin memberantas korupsi. Persis sama dengan niatan dan tujuan dari para aktifis pejuang muda maupun pejuang golongan tua pada saat itu yang sama-sama ingin Indonesia segera merdeka.

Dengan semangat Ramadhan kala itu, Achmad Soebardjo mampu menyatukan pandangan kedua kubu yang berseteru. Pertikaian dan beda pendapat antara pejuang muda dan pejuang golongan tua  dalam memandang pelaksanaan proklamasi kemerdekaan bisa segera disatukan. Permasalahannya sekarang adalah apakah dalam suasana Ramadhan saat ini juga bisa menyatukan pandangan antara KPK dengan institusi Polri dalam hal penanganan korupsi? Itu pertanyaan yang menyeruak dalam sarasehan terbatas di serambi masjid "Nurul Quran" sehabis sholat tarawih kali ini. Banyak peserta berharap semoga sejarah berulang. Maksudnya pertikaian, beda pandangan, maupun salah paham dalam komunikasi antara KPK dan Polri bisa disatukan. Para peserta juga berharap munculnya sosok yang mampu menyatukan pandangan antara pendapat KPK dan Polri yang berselisih dalam penanganan kasus korupsi. Akhirnya peserta hanya berdoa semoga dengan semangat Ramadhan tahun ini bisa membawa berkah bagi bangsa Indonesia, khususnya bisa membukakan masing-masing komponen bangsa untuk sadar bersatu demi kepentingan bangsa dan negara sebagaimana dulu pernah terjadi. Enam puluh tujuh tahun yang lalu.

Apakah sejarah berulang? Tidak. Karena sejarah terkait dengan dimensi waktu. Sementara waktu itu sendiri tidak pernah terulang. Waktu terus berjalan, kalau peristiwa ada kemiripan itu mungkin bisa terjadi, namun tentu berbeda dalam banyak hal. Mudah-mudahan Ramadahan kali ini bisa membawa berkah untuk persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Sejarah tidak berulang dan tidak akan pernah terulang. Tetapi kita harus mau belajar dari sejarah. Sejarah bisa kita jadikan pijakan untuk kita melangkah agar bisa bersikap bijak dan tidak terulang kembali pada kesalahan yang menimbulkan derita hidup.

Selasa, 31 Juli 2012

UK Guru Sarana Merubah Mindset Guru Indonesia

Uji Kompetensi bagi guru-guru yang bersertifikasi pendidik telah dilakukan serentak di Indonesia termasuk di Kabupaten Pekalongan. Sayangnya pada hari pertama (30-7-2012) ada kendala berupa trouble line sehingga tidak bisa berlangsung. Hari kedua, Selasa, 31 Juli, saya bisa mengikuti dengan baik. Dari awal start sampai akhir berjalan lancar. 100 butir soal bisa dikerjakan dalam waktu yang tersedia. Sayang nilai yang saya peroleh hanya 69 belum sampai pada batas minimal yang dipatok, yakni 70.

Walaupun saya belum mencapai nilai 70, tetapi ada sisi positif yang saya tangkap dari UKGuru ini. UK Guru telah menjadi alat untuk guru-guru di Pekalongan, bahkan mungkin di Indonesia, mau berusaha menggunakan internet. Ini adalah langkah awal yang akan mengubah pola pikir  dan kebiasaan guru-guru dalam melaksanakan pembelajaran. Guru-guru yang tadinya tidak tahu sama sekali tentang internet (mungkin karena tidak mau tahu) akhirnya dengan terpaksa berusaha dan akhirnya bisa juga. Luar biasa! Menurut saya ini adalah suatu revolusi pendidikan di Indonesia.

Melihat dampak positif tersebut, saya malah berpikir kalau UK Guru ini sebaiknya jangan dilakukan sekali saja. Menurut saya alangkah lebih baik kalau setiap 6 bulan sekali, pada saat siswa libur semester, guru-gurunya di-UK lagi sehingga bisa memacu profesionalitas guru sesuai bidang tugas masing-masing.

Dari pelaksanaan UK Guru yang baru saja di gelar, ternyata bisa merubah mindset guru-guru kita terhadap kemajuan dalam pendidikan. Guru-guru kita sudah pro perubahan. Guru-guru di Indonesia tidak lagi gaptek, dan ini adalah pintu masuk untuk kemajuan pendidikan di Indonesia.

Mengapa blog saya eror?

Beberapa bulan qonitacentilblogspot.com eror. Saya tidak bisa entry. Tak tahu sebab musababnya, tahu-tahu tidak bisa masuk. Terpaksa Absen dari jaringan. Tulisan ini merupakan ujicoba barangkali bisa dipublikasikan. Tolong jika tulisan ini muat, bisa komentari tentang apa-apa penyebab bolg saya di blokir. Mungkinkah saya melakukan kesalahan aturan dari Bolger? jika ya, tolong beritahu saya agar saya bisa memperbaiki kesalahan saya ini. Terimakasih.

Rabu, 15 Februari 2012

Why Green?


Ditulis oleh : San Lo
What does it mean to be Green? What does it mean to be an eco or environmental activist? Why do you buy organic? Why Why ?
I guess there are many of us who simply understand that making green organic ecological environmental choices keeps us healthy and if we aren’t healthy then life isn’t worth living. I thought I would try and shed a little light on how actually profound ecological choices are to the benefit of all.
Organic foods should be grown without any chemical fertilizers and or the use of any chemical pesticides. For growers adopting this philosophy or understanding it means that food now has to be grown in harmony with nature, and this involves multi-cropping plants, allowing animals to roam pastures (read natural fertilization), rotating crops, for birds and bees to pollinate plants and fruits, for birds, bees, spiders, frogs etc., to work as natural guards against insects and other pests. As this process evolves the land itself becomes healthy and healthier, earthworms flourish and the soil becomes rich in nutrients. The plants that grow in this rich soil become naturally healthier and in fact more resilient in their own right to disease, insects or pests and in turn the animals that eat these healthier plants grow to become stronger and healthier. This is in short the virtuous circle and understanding of organic farming.
When plants are industrially grown using mono-cropping techniques or are mono-cultured the opposite occurs. Chemical fertilizers are basically (N)itrogen, (P)hosphorus, and (K)potassium, produced from fossil fuels (like natural gas). NPK is the equivalent of living on white bread and water. You’ll grow, live or survive but you’ll be terribly sick and unhealthy.
Commercial industrial agriculture effectively grows a lot of its crops in this way, and all grains, vegetables, beans, etc., are all effectively sick and undernourished. They become increasingly susceptible to insects and pests, and so then chemical pesticides are introduced but to make the crops resistant they are then genetically modified to be resistant to these pesticides and herbicides.
As time has gone on, plants have been increasingly genetically modified to grow faster, look pristine (when they have negligible nutritional content)[1], and be increasingly tolerant to any new/stronger pesticide and herbicide developed. In turn growers in their chase for increasing crop yield simply dump as much NPK they can on their farmland, resulting in enormous runoff of excess fertilizer, causing toxification and dead zones of rivers, lakes, and oceans [2].
In turn the animals including us, and or the (unhealthy) animals we eat  that eat these plants grow to become unhealthy and sick. As they say, you are what you eat. How it manifests is perhaps another huge topic in itself (and perhaps an unnecessary can of worms at this point to be particularly specific, let’s just say it’s not rocket science to connect the dots).
I think understanding the impact or ‘green’ choices we make is a huge topic or essay. Whether we choose to eat meat (at all), or vegetables, is it organic or pasture raised does make a significant difference. Of all the items you buy from the supermarket, how much has corn based products in it?
So when you choose to be really green and organic, aside from your health be additionally comforted that you are making the ecology of the planet work again, that you are helping to preserve and nourish what biodiversity that still exists. This is priceless.

Link: www.Green Kampong