Tiara, .... menggamit kenangan zaman persekolahan
Tiara, .... kumemimpi kita bersanding atas kayangan
Sea...kan bisa kusentuh peristiwa semalam
Di malam pesta, engkau bisikkan kata azimat di telinga
Kita, ... terpaksa berpisah untuk mencari arah
Kita, ... dipukul ombak hidup yang nyata
Engkau, ... jauh meniti puncak menara gading
Yang menjanjikan hidup sempurna
Tapi aku hanya menunduk ke bumi, hidup tertekan
Jika, kau bertemu aku begini
Berlumpur tubuh dan keringat membasah bumi
Di penjara, terkurung terhukum
Hanya berteman sepi
Bisakah, kau menghargai
Cintaku yang suci, ini....
Oh, Tiara.... pedihnya, dapatkah kau mearsakan?
Oh, tiara.... pedihnya, dapatkah kau merasakannya.
Pak Amin yang sedang larut mendengar lagu tiara tidak melihat aku datang, bahkan tidak mendengar salam yang aku ucapkan dengan keras.
"Wah, ...wah! rupanya lagi asyik nih!", sapaku sambil mendekat dan ambil posisi duduk di kursi depan beliau.
Dengan sikap gugup dan kaget, pak amin mematikan lagu yang sedang dinikmatinya dari hp. "Eh, kamu. Ada apa?" sapanya.
"Kalau lagi asyik, sampai nggak dengar ada orang mengucap salam. Assalamualaikum!", kataku mengulangi salam yang tadi belum terjawab.
"Waalikumussalam, warahmatullahi wabarokatuh!", jawab Pak Amin. "Tumben ke sini, ada apa?", tanya Pak Amin sedikit curiga.
"Kok tanyanya gitu, seperti curiga?", jawabku. " Gini, aku mau ketemu sama Dian, katanya pulang?", tanyaku.
Dian itu anak Pak Amin yang kuliah bareng sama anakku. Cuma beda jurusan; kalau Dian mengambil jurusan ekonomi, anakku Zaza, mengambil jurusan psikologi. Nah, karena mendengar Dian pulang, aku mau tanya-tanya kabar anakku dan mau nitip sesuatu.
"Lagi ke luar sama temannya," jawab Pak Amin.
"Temannya cowok apa cewek?"
"Teman cewek, lah. Mana Dian punya teman cowok?" timpal Pak Amin.
"Kali aja, kan Dian sudah besar; sudah dewasa, sudah semester tiga lagi. Sudah boleh dong jika dian punya teman cowok?" ledek aku memancing komentar Pak Amin sperti apa. "Oh, ya. Bagaimana kabarnya Mbak Imut? Mutiara maksudnya!" tanyaku keppo.
"Loh, ...loh...kok ke situ pertanyaannya? tadi tanya Dian, kok ... larinya ke Mutiara?" sergah Pak Amin dengan nada kurang suka kalau pembicaraan dialihkan ke Mbah Mutiara.
Tiba-tiba ada suara motor datang, dan ucapan salam menyeruak ke ruang tamu. Otomatis pembicaraan antara aku dan Pak Amin tentang Mutiara terhenti karena Dian telah pulang.
Bersambung ke part 3