La Tahzan, Innallaha ma’ana…Hidup tak pernah lepas dari cobaan, penuh dengan lika-liku permasalahan. Karenanya seorang mukmin dituntut untuk menjadi pribadi yang penyabar. Sikap itu lahir dari pancaran keshalehan, buah dari kekuatan iman. Ibarat sebuah pohon yang subur, ia akan membagikan kelezatan buahnya kepada orang yang memetiknya. Begitu pula halnya dengan seorang mukmin. Akhlaknya mulia, tutur katanya bijak, penampilannya sederhana dan segala tugasnya ia selesaikan sebaik-baiknya, hanya kepada Rabbnya ia berharap semata.
Mereka itulah yang layak meraskan indahnya surga, karena tidaklah jannah itu disiapkan, melainkan untuk mereka yang baik budi pekertinya. Malaikatpun menyapanya di gerbang keabadian, “Kesejahteraan (dilimpahkan) atas kalian, berbahagialah! Maka masukilah surga ini, sedang kalian kekal di dalamnya”.(QS. Az Zumar: 73)Mendapatkan kemuliaan di sisi Allah tidaklah mudah, dan sabar adalah satu kuncinya. Sedangkan ridho merupakan implementasi dari sebuah kesabaran. Sabar dengan cobaan yang menimpa serta ridho atas segala yang telah ditetapkan. Ia gembira, karena yakin dengan sepenuh hati bahwa janji Allah itu pasti, dan limpahan pahala telah menanti dirinya.
DR. Ahmad Farid dalam bukunya berjudul ‘mawaqif imaniyah’ , memberikan point-point dasar yang mendorong seseorang untuk memilik sifat sabar, diantaranya adalah dengan menghayati firman Allah dan hadis Rasululullah tentang keutamaan orang yang bersabar. Dalam Al Quran disebutkan, Allah mencintai orang-orang yang sabar (QS. Al Imran: 146), kedua; mempelajari sikap seorang mukmin dalam menghadapi cobaan, dan ridho atas segala ketentuan yang Allah gariskan. Contohnya adalah sikap terpuji dari para sahabat, diantaranya Saad bin Abi Waqqash Ra.
Ketika dirinya datang ke Makkah dalam keadaan buta, banyak orang mendatanginya untuk minta dido’akan, karena Sa’ad termasuk dari hamba Allah yang senantiasa diijabah do’anya. Suatu ketika, seorang anak kecil bernama Abdullah bin As sa’ib menghampirinya, ia lalu meminta:
“Paman, dengan perantaramu do’a orang lain senantiasa diijabah, cobalah berdo’a untuk dirimu, agar cacat mata yang engkau derita disembuhkan oleh Allah?!”.
Saad hanya tersenyum dan menjawab:
“ Wahai anak kecil, Allah telah membuat ketentuan ini padaku, namun aku memiliki suatu yang sangat berharga, lebih dari sekedar penglihatan”.
Cinta Ilahi, itulah buah dari kesabaran. Tidaklah untaian do’a itu diijabah kecuali setelah ada kesungguhan didalamnya; mendekat (taqarrub) dan cinta (tahabub) kepada Allah Swt. “Tidak henti-hentinya seorang hamba mendekatkan diri kepadaKu dengan perbuatan-perbuatan yang disunnahkan hingga Aku mencintainya. Maka jika Aku mencintainya, Akulah yang menjadi pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, dan penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, dan tangannya yang dia julurkan, dan kakinya yang dia langkahkan. Maka, jika ia meminta kepada-Ku, sungguh aku akan beri. Dan jika ia minta perlindungan kepada-Ku, sungguh Aku akan melindunginya”. (HR. Bukhari)
(diunduh dari KRM Al Fikr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar