Sabtu, 29 Oktober 2011

Janji Allah

Sungguh pohon zaqqum itu,

makanan bagi orang yang banyak dosa,

seperti cairan tembaga yang mendidih di dalam perut,

seperti mendidihnya air yang sangat panas,

Peganglah dia, kemudian seretlah dia ke tengah-tengah neraka,

kemudian tuangkanlah di atas kepalanya azab(dari) air yang sangat panas,

Rasakanlah, sesungguhnya kamu benar-benar orang yang perkasa lagi mulia

Sungguh , inilah azab yang dahulu kamu ragukan,


ilustrasi siksa bagi manusia yang tidak percaya terhadap hari pembalasan

Sungguh, orang-orang yang bertaqwa berada di tempat yang aman,

(yaitu) di dalam taman-taman dan mata air-mata air,

mereka memakai sutera yang halus dan sutera yang tebal, (duduk) berhadapan

demikianlah, kemudian kami berikan kepada mereka pasangan bidadari yang bermata indah,

Di dalamnya mereka dapat meminta segala macam buah-buahan dengan aman dan tenteram

mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya selain mati pertama di dunia, Allah melindungi mereka dari azab neraka,

itu merupakan kurniaan dari Tuhanmu,

demikian itulah kemenangan yang agung.


Ad dukhan (43-57)


ilustrasi kehidupan bagi manusia yang bertaqwa, hidup bahagia di surga

Rabu, 26 Oktober 2011

Membangun Energi Positif Belajar

Oleh : SUPANDI, S.Pd., MM Pengurus Agupena Kab. Cilacap
Ketika seorang anak ditanya “Mengapa kamu kok rajin sekali belajarnya, Nak?”. Atas pertanyaan yang demikian, beragam jawaban akan mereka lontarkan, seperti ; “Saya rajin belajar supaya pandai, supaya naik kelas, supaya lulus ujian, supaya gampang mencari kerja, atau supaya bisa melanjutkan ke Perguruan Tinggi Negeri”.
Ragam jawaban seperti tersebut diatas merupakan jawaban yang sangat logis. Bisa dipastikan, sebagian pelajar akan menjawab dengan jawaban-jawaban yang tidak jauh dari itu. Namun, tahukah Anda bahwa kegiatan belajar, seperti membaca buku, menghafalkan, berlatih mengerjakan soal-soal, diskusi, dan lain-lain, ternyata memiliki kandungan prinsip yang sangat dalam?. Kandungan prinsip yang kelak akan sangat berguna bagi kehidupan Anda di masa depan, masa yang penuh dengan kesuksesan dan kebahagiaan.
Sebelum mambaca tulisan ini lebih lanjut, mari kita renungi sebuah cerita nyata berikut : Cerita ini bermula dari hasil observasi saya, ketika saya melakukan acara bali ndeso beberapa waktu yang lalu dan mengunjungi beberapa teman sekolah saya dulu. Saya menjumpai beberapa teman yang saat ini memiliki profesi yang beragam ; ada yang berprofesi sebagai abang becak, ada yang sebagai pemulung, tukang potong rambut, dan ada yang menjadi pedagang kecil-kecilan. Jelasnya, nasib mereka berada pada posisi yang kurang menguntungkan. Mereka hidup dalam keterbatasan dan himpitan ekonomi.
Puluhan tahun yang lalu saya ingat betul apa yang mereka lakukan ketika mereka bersekolah. Mereka jarang sekali belajar. Berangkat sekolah semata-mata hanya sebagai kesibukan saja, asal berangkat, dan bertemu dengan teman-temannya, bersenda gurau. Di benaknya nyaris tidak ada gairah untuk menimba ilmu.
Lantas, apa hubungan antara cerita nyata diatas dengan prinsip yang terkandung dalam kegiatan belajar? Anda mungkin sudah mengenal Hukum Kekekalan Energi bukan? Dalam Hukum Kekekalan Energi (HKE) dinyatakan bahwa energi yang dikeluarkan oleh sebuah benda itu tidak akan hilang, tetapi akan berubah dalam ujud yang lain.
Berdasarkan prinsip alam, ternyata Hukum Kekekalan Energi (HKE) berlaku juga terhadap kehidupan manusia, terhadap upaya yang dilakukan oleh manusia. Bahwa energi yang dikeluarkan oleh seseorang ternyata tidak akan sia-sia, melainkan akan kembali dalam bentuk yang lain. Disinyalir, bahwa yang dimaksud dengan bentuk yang lain antara lain berupa kesuksesan hidup di kemudian hari.
Seorang siswa yang jauh-jauh hari sudah menerapkan prinsip Hukum Kekekalan Energi (HKE), yakni sudah melakukan belajar giat, berarti dia sudah mengeluarkan energi sejak dimulainya belajar giat, apakah mulai kelas III SD atau mungkin sejak kelas V SD. Energi yang telah dia keluarkan sejak kelas III SD atau mungkin sejak kelas V SD, selanjutnya merupakan Tabungan Energi (TE). Seorang siswa yang sampai dengan kelas IX SMP belum juga mau belajar giat berarti dia belum memiliki Tabungan Energi (TE).
Contoh yang dialami oleh teman-teman saya sebagaimana yang saya ilustrasikan diatas adalah contoh dari sebagian kecil orang-orang yang nyaris tidak memiliki Tabungan Energi (TE). Besar kecilnya Tabungan Energi (TE) yang dimiliki seseorang akan berpengaruh pada besar kecilnya Hasil Usaha Tabungan (HUT). Dalam realitas kehidupan, orang-orang yang sukses pastilah orang yang pada awalnya memiliki Tabungan Energi (TE) yang banyak. Sudahkah Anda memiliki TE yang banyak?
Buat anak-anakku dimanapun kalian berada, silahkan direnungkan, “Sudah berapa besarkah Tabungan Energi yang kalian miliki?”. Untuk menjawab pertanyaan ini kalian sendirilah yang lebih tahu. Segeralah singsingkan lengan bajumu, langkahkan kakimu menapaki lorong-lorong panjang berliku menuju gerbang masa depan. Jadikan dirimu sebagai sosok yang bisa membanggakan orang tua dan andalan Indonesia.
Milikilah Tabungan Energi yang banyak demi kehidupan kalian di masa depan. Bukankah kalian ingin menjadi orang yang sukses? Tidak ada yang menjawab tidak kan? Nah, mulailah belajar yang giat sekarang juga. Salam “Long life education”.

Selasa, 11 Oktober 2011

Saatnya Berbuat untuk Menyelamatkan Bumi

Perubahan iklim (change climate) akhir-akhir ini ramai dibahas sebagai isu lingkungan yang harus diwaspadai. Bagi kita yang awam pengetahuan tentang pemanasan global, hanya bisa merasakan kalau ada perubahan tentang suhu, tentang curah hujan, tentang angin, dan tentang hawa (keadaan udara) yang kita rasakan. 
Untuk sedikit memberi pengetahuan tentang pemanasan global dan perubahan iklim, saya hadirkan tulisan ini yang di ambil dari: aa-globalwarming.blogspot.com

Gas Rumah Kaca dan Efek Rumah Kaca  
Gas Rumah Kaca seperti (CO2), (CH4), atau (N2O),  menyelimuti bumi, dan menahan panas matahari di atmosfir.  Akibatnya terjadinya akumulasi panas (atau energi) yang semakin tinggi.  Bayangkan saat kita berada di dalam rumah kaca yang suhunya lebih hangat karena kaca menyebabkan panas terperangkap di dalamnya.  Akumulasi panas yang berlebihan di atmosfir bumi membuat iklim berubah.
Enam gas Rumah Kaca yang harus diturunkan emisinya, adalah:
  • • Karbon dioksida (CO2);
  • • Methana (CH4);
  • • Nitrogen Oksida (N2O);
  • • Hydrofluorocarbons (HFCs);
  • • Perfluorocarbons (PFCs); dan
  • • Sulphur hexafluoride (SF6)
 Dampak Perubahan Iklim  
Saat suhu permukaan bumi terus meningkat, berbagai bencana akan terjadi pada bumi dan kehidupan kita, diantaranya:
Air bersih susah didapat (hanya 1 dari 5 penduduk dunia yang dapat memperoleh air bersih). Diperkirakan kondisi ini semakin buruk pada 2080, saat itu sekitar 3 milyar orang kekurangan air bersih,
  • Sekitar 20-30% spesies menghadapi kepunahan. 
  • Mencairnya hamparan es di Greenland mengakibatkan peningkatan tinggi permukaan air laut sekitar 6 meter.  Untuk menghadapi hal ini, sejumlah negara seperti Belanda sudah menggelar kompetisi merancang rumah terapung.
  • Banjir menggenangi kawasan dataran rendah yang merupakan kawasan lahan subur untuk pertanian seperti Bangladesh, Maldives,dan lokasi kota-kota di pinggir pantai seperti Jakarta.
  • Semakin tingginya frekuensi dan intensitas hujan badai dan angin topan
  • Terjadi migrasi besar-besaran karena banyak wilayah tidak dapat menopang kehidupan
  • Ancaman terhadap kesehatan manusia.  Ledakan berbagai penyakit tropis seperti malaria dan demam berdarah. Di Eropa pada 2003 saja, sekitar 20.000-30.000 orang kehilangan nyawa karena gelombang panas.   
  • Proses penggurunan karena kekeringan yang berkepanjangan
  • Gagal panen akibat kekeringan sehingga terjadi kelaparan besar-besaran.  
  • Terjadi pengungsian besar-besan akibat hilangnya mata pencaharian.
  •  Nelayan sulit mendapatkan ikan karena kerusakan terumbu karang di seluruh dunia akibat suhu air laut meningkat.
  • Kebakaran hutan semakin sering terjadi.
  • Kenaikan suhu ekstrim di beberapa wilayah.  Seperti suhu di Kalimantan yang biasanya sekitar 35°C, naik menjadi 39°C. di Sumatra, dari suhu rata-rata 33-34°C menjadi 37°C.  Sementara Jakarta dari 32-34°C berubah menjadi 36°C.
Fakta-fakta dasar ini sangat akrab dengan sebagian besar masyarakat, terutama masyarakat di Negara berkembang yang harus segera beradaptasi demi kelangsungan hidup mereka. Pemanasan global dan perubahan iklim mempersulit kehidupan masyarakat rentan, padahal sumbangan mereka terhadap emisi gas rumah kaca sangat sedikit dibandingkan Negara-negara indusri.
Pemanasan Global dan perubahan Iklim yang menyertainya merupakan masalah modern yang sangat rumit, untuk dapat mengatasinya harus melihat secara menyeluruh, masalah kemiskinan, pembangunan ekonomi global dan pertambahan populasi.  Tidak mudah mengatasinya.  Terlebih lagi saat dimensi keadilan ditinggalkan.
Tetapi mengabaikannya, dalam berbagai tingkatan akan menjadikan kondisi ini lebih buruk lagi. Saatnya bertindak, mulai sekarang. Menundanya berarti sama dengan membiarkan kerusakan alam semakin cepat.

Minggu, 02 Oktober 2011

Dreaming of a better life

While many post-Idul Fitri returnees are residents of Jakarta, a large number of new arrivals were hitching a ride to the metropolis in the hope of finding a better life.

Two of those were Ela and Santi, natives of the small town of Pekalongan in Central Java, who traveled for the first time to Jakarta to look for a decent job.

“I want to try my luck in Jakarta,” 17-year-old Ela told The Jakarta Post soon after alighting from her intercity bus in Kampung Rambutan terminal in South Jakarta on Monday.

She was accompanied by four other teenagers — all of whom were girls — on her trip to the city.

“Two of them are my cousins while the other two are friends from my home village,” she said.

She added that all of her companions had found work as domestic helpers in Jakarta and it was their success stories that persuaded her to come to Jakarta. Even with its myriad problems, Jakarta remains the primary destination for working-class people from all over the country looking to get a better life.

This year, the Jakarta administration expects more than 50,000 new arrivals to flood Jakarta. Last year, 60,000 newcomers arrived in the post-Idul Fitri influx.

Jakarta has seen a decreasing number of newcomers each year over the past four years. Agency data shows that 109,617 newcomers arrived in 2007, 88,473 in 2008 and 69,554 in 2009.

Most of these arrivals were lured by the hope of success in Jakarta and sharing their wealth with their poverty-stricken family back home. Such was Santi’s reason for coming.

“I want to help my parents by working [in Jakarta] and sending some of my income back home,” the 18-year-old native of Cianjur, West Java, told the Post.

In her company were two older cousins, who introduced themselves as Nur and Nunun.

Nunun said that she and Nur were both housemaids working in Pecenongan, Central Jakarta.

“My employer told me to bring someone from my hometown, because she needs an extra hand at her house,” she said.

Santi, who just graduated from a junior high school last year, said her cousins had asked her to come with them to Jakarta many times over the years.

At first, she felt intimidated by the idea of working in a big city like Jakarta, but relented only after being reassured by her cousins. “Nunun often told me it doesn’t matter what my skills are. I can always find work in Jakarta,” she added.

Taken from The Jakarta Post:06/09/2011